Ketika semua orang bilang meraka adalah sampah masyarakat
Semua orang itu pun, tak sadar kalau mereka adalah berlian yang terkubur dalam tujuh lapis tanah dan tujuh lapis langit
Ketahuilah mereka akan bersinar suatu saat nanti…
Jam tiga sore lewat lima menit aku bergegas meninggalkan kampus untuk menepati janji bertemu dengan tiga orang anak kecil disalah satu perempatan lampu merah. Jam tiga lewat dua puluh menit aku sampai di perempatan itu. Aku berdiri dengan cemas, berusaha bertanya kesekeliling apa mereka sudah datang. Ukh.. malang nasib aku hari ini hampir 30 menit sendirian menunggu di persimpangan lampu merah, berharap mereka cepat datang. Rasa malu ini hilang ketika semua orang yang menaiki kendaraan, melintas di perempatan lampu merah tersebut melihat kearah aku.
Dari arah samping kiri datang seorang anak bernama Y, dengan disusul oleh temannya bernama A dan B. Wajah mereka lusuh, baju mereka kotor dan berjalan tanpa menggunakan alas kaki. Mungkin mereka sudah tak mengganti pakaian atau bahkan tak mandi beberapa hari. Tapi satu hal yang membuatku senang bertemu mereka, dari kejauhan mereka tersenyum sambil berteriak memanggilku.
Bergegas tak menunggu lama lagi, aku mengajak ketiganya untuk cepat menunjukkan rumah mereka. Dengan menaiki angkutan umum aku dan ketiga anak tersebut mulai menikmati perjalanan.
Aku mulai bertanya “A ibu da di rumah gak?”. “gak ada teh kalau jam segini, paling habis magrib baru ada. Teteh ke rumah Y aja dulu, nanti kalau udah buka puasa baru ke rumah saya” jawab A.
“Kalau bapak kemana?” tanyaku kembali.
“Kan Bapak udah kabur teh” jawab A sambil memalingkan muka. Membayangkan hal itu terjadi padaku, mungkin aku tidak akan sekuat dia.
Angkutan yang aku tumpangi berhenti, kami bergegas turun. Perjalanan kami belum sampai karena kami harus berjalan kaki lagi menuju tujuan. Jauh, panas aku rasakan. Sebenarnya ingin mengeluh, tapi melihat anak-anak tersebut terus berjalan sambil bermain-main membuat aku malu sendiri. Apalagi mereka berjalan tanpa menggunakan alas kaki. Diperjalanan salah satu anak bertanya kepadaku “teteh ko mau ya jalan kayak gini”, aku hanya tersenyum.
Sesampainya di tempat tujuan aku bertemu dengan salah satu ayah dari anak tersebut. Saya menyampaikan maksud bertemu, ayah itu menangis. Ia mengusap air matanya beberapa kali dan mengucapkan terima kasih. Sudah beberapa kali aku melihat orang tua anak jalanan yang menangis, tapi baru kali ini aku melihat tangisan itu tulus apalagi dari seorang ayah yang telah tua renta. Selagi aku membesarkan hati seorang ayah, aku melihat anak-anak yang aku bawa bermain kesenangan menggoda domba kecil yang ada dilapangan. Aku memutuskan untuk cepat pergi, kalau tidak aku pun akan ikut menangis.
Aku berjalan pulang, karena ada satu lagi rumah yang harus aku kunjungi. Kami kembali naik angkutan umum dan berjalan jauh melewati pemakaman.
Jam menunjukkan pukul lima lewat empat puluh menit, kami bergegas pulang. Aku mampir dahulu disebuah warung membeli minuman dan makanan untuk anak-anak tersebut berbuka puasa. Sayang uangku tak cukup banyak untuk membelikan merka makanan yang lebih enak. Kami duduk dipinggir jalan menunggu adzan magrib.
Setelah berbuka puasa dengan makanan seadanya, kami lekas berjalan lagi untuk naik angkutan umum. Dua anak terpisah dariku, mereka lebih memilih menumpang angkutan umum untuk sampai ke tempat asal mereka. Sedangkan satu orang anak masih menemaniku menempuh perjalanan yang memelahkan. Dia bercerita betapa lelahnya dia, selain dia harus mengumpulkan uang untuk dirinya. Dia juga harus membayar pungutan dari orang dewasa disekitarnya. Komentarku habis, aku cuma bisa tersenyum melihatnya bercerita tanpa beban. Disaat pembicaraan kami mulai asik, anak itu berkata “teteh pasti cape?!”. Oh Tuhan… rasanya aku ingin sekali memeluknya. Kehidupan dia begitu berat, tapi masih sempat berkomentar seperti itu.
Ditengah jalan ia pamit untuk turun dan menumpang angkutan lainnya. Ia membalikkan tubuhnya dan tersenyum, aku hanya melambaikan tangan dan berkata “hati-hati ya!”.
Satu lagi pengalaman yang aku dapat, anak itu mengajarkan sesuatu. Esok cerita apalagi yang aku dapat.